Rabu, 17 Agustus 2011

Tertahan...

Apa yang menyebabkan seseorang tidak ingin mendapatkan kebaikan, padahal kesempatan begitu terbuka lebar... tidak ada yang mengekang dan membatasi. Sedangkan saya seperti terpenjara, penjara ini seolah tidak mau tau bahwa jiwa dan anganku telah mengangkasa. Bagaimana lagi aku harus berbuat? Resign? Sementara cita-cita harus dengan uang. Tunda resign? Amanah-amanahku pasti ada yang terkorbankan. Kepada siapa harus mengadu? Minta pertolongan?

Hari ini hatiku terlanjur sakit, karena harus ada lagi yang dikorbankan. Ia terkorban karena sesuatu yang bukan urusanku, tapi harus aku yang mengerjakannya. Serba salah...

Harus bagaimana agar tidak terjadi lagi? Ya..harus resign, tapi.... belum punya alasan.
Harus dengan apa aku membayar ketertinggalanku hari ini?

Jumat, 12 Agustus 2011

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ
.......................................................................................................................
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasannya Aku adalah dekat"

Apa yang terjadi pada kehidupan tanpa ke "qariib" an ini?. Bagaimana rupa hati tanpa kedekatan ini? Mungkin ia hanya sekadar bernafas. Bahkan semua tentang hidup bisa diukur dari kedekatan ini, kedekatan yang agung. Kedekatan yang membuat orang hebat hanya menunjukkan kehebatannya dalam kesabaran perang, kedekatan yang membuat orang perkasa hanya menampilkan keperkasaannya di  sekitar mautnya, dan kedekatan yang menjadikan orang-orang pilihan menampilkan ketampanannya hanya di hadapan musuh-musuhnya.

Bahwa setiap kesalahan orang lain yang berhubungan dengan diri, maka puncak berkumpulnya adalah kesalahan sendiri. Siapa pun yang berhasil menghitung kesalahan orang lain merupakan bukti ketidakberhasilannya menghitung kesalahan diri sendiri.

Terlalu payah mencari sebab akibat dari rangkaian kesalahan yang melibatkan orang lain, kenapa tidak langsung saja tanya diri sendiri, pasti ketemu jawabannya dan selesai persoalannya. Semoga memudahkan urusan-urusan lainnya.

Indahnya.... jika semua urusan telah dijamin oleh Yang Maha Bijaksana, hingga bisa fokus pada urusan yang  telah Allah amanahkan untuk kita, menda'wahkan agamaNya. Bahkan kita tidak seharusnya tawadzun dalam menjalani hidup ini, harusnya urusan-urusan agama Allah ini lebih mendarah daging dan menulang sumsum. Karena kita semua telah mengetahui, bahwa perbandingan antara dunia dengan akhirat dalam segala aspeknya pun memang tidak seimbang.

Meninggalkan yang telah berlalu adalah keniscayaan, masalahnya... masihkah kita tetap melesat seperti dulu? Seperti ketika belum ada masalah? Harus ada kedekatan padaNya agar tidak suka lupa, agar tetap stabil bahkan hebat. Tidak masalah, kalau potensi yang kita miliki hanya pinjaman sesaat dari yang Maha Kuasa untuk menyelesaikan satu amanah, tidak masalah walau potensi itu bukan asli dari usaha sendiri. Yang terpenting urusan dan amanah bisa diselesaikan dengan penuh prestasi.

Terus beramal, karena kerinduan semakin memuncak, rasa ingin tahu semakin mendesak, bagaimanakah rasanya kematian, kehidupan di kubur, di yaumil mahsyar dan akankah mata ini menatap wajahNya?


رفيقا
P. Siantar, 13 Ramadhan 1432 H (13 Agustus 2011) 11.45 am

Senin, 08 Agustus 2011

PEJUANG APA KITA???



Sungguh-sungguh atau masih bermain-mainkah kita, atau kita ini sebenarnya sungguh-sungguh masih bermain-main. Ketahuilah bahwa hukum jihad tidak akan pernah gugur hanya karena alasan rentang negeri yang jauh.

Bagaimana lagi aku menyampaikannya, dada ini terlalu sesak... sesak melihat sebagian ummat yang masih bermain-main. Katanya berjuang tapi tidak tau sedang memperjuangkan apa. Paling tidak, ummat di Palestina dan Afghanistan sedang terluka, sudah cukup sebagai alasan tidak ada lagi ruang bermain, kecuali bagi tidak faham.

Atas dasar apa dikatakan seseorang itu berjuang, jika hak-haknya tidak boleh diganggu, jika ia masih sibuk menunaikan keinginan pribadinya.

Atas dasar apa seseorang disebut mujahid jika ia masih dibayar, jika ia tidak tha'at pada peraturan jama'ah karena berseberangan dengan hasratnya.

Ketahuilah, bahwa seluruh Nabi yang telah diutus Allah SWT ke dunia tidak pernah mengajarkan kita bagaimana cara menikmati hidup. Artinya...memang hidup bukan untuk dinikmati, tapi untuk berjuang di sana. telah berapa kali statement "Hidup di dunia adalah perjuangan" diperdengarkan ke telinga kita?.

Apakah alasannya Allah tidak pernah menyuguhkan makanan yang nikmat-lezat, kamar tidur yg paling nyaman seperti di hotel-hotel atau kehebatan teknologi yg canggih bagi kekasihNya RasuluLlah SAW? Itu karena semua kenikmatan yang disebutkan adalah PALSU dan HINA. Memang tidak pantas untuk Nabi yg mulia.

Wahai yang menganggap dirinya pejuang, susahlah diri mu karena kau masih suka tertawa, ntah tertawa tentang apa...tapi hakikatnya maut telah berlari menuju dirimu

Wahai yang menyatakan dirinya da'i, payahlah dirimu karena terlalu sibuk di dunia, padahal dunia pun enggan menghampirimu.

Jangan banyak tertawa, karena ummat yang berjihad adalah tenang dan berwibawa. (Hassan Al Banna)

Oleh Rafiqa
Bumi Allah, Hari ke 9 Ramadhan 1432 H.