Rabu, 13 April 2011

Laa Tahzan wa laa Tansaa... Inna Llaaha ma'anaa


Satu-satunya kebahagiaan di dunia adalah ketika air mata ini menetes melewati pipi hingga jatuh ke sajadah, hanya karena memohon kiranya Allah mengizinkan wajahNya untuk kulihat suatu saat nanti.

Persaksian dalam tiap-tiap sholatku menjelma menjadi bentuk ketundukan pada segala aturan Allah. Dan itulah yang membuatku tercelup dalam shibghahNya, tidak mungkin aku kembali ke alam jahiliyah dulu setelah merasakan nikmat berkenalan denganNya. Sungguh ilmuku telah melampaui cerita-cerita nikmat dunia yang dibicarakan orang-orang.

Menahan diri dari yang diharamkanNya memang membutuhkan kesabaran hati yang berlapis-lapis, hanya untuk membungkam nafsu yang ditakdirkan selalu mengikutiku, apa lagi kesempatan terbuka sangat lebar. Tandanya, hati akan terasa menderita, apa lagi melihat orang lain melakukannya seperti tanpa dosa, namun akhirnya adalah ridho Allah yang biasanya segera menyusul. terbuktilah bahwa nafsu itu bahan uji dari Allah untuk diriku selaku hambaNya.

Haruskah aku menjadi kupu-kupu, yang tidak tahu apa warna sayapnya sejak ia keluar dari kepompongnya. Ia hanya tahu bahwa ia indah dipandang, namun tidak mengerti indahnya seperti apa... Cukuplah Allah yang menilai hingga Ia setuju aku baik disisiNya... :) :) :).

Namun hasrat pada fithrah yang menjadi sunnahNya tidak alpa mengintai dan menuntut haknya untuk difikirkan. Mungkin ujian waktu dari Allah akan bertujuan untuk menempaku untuk menjadi hamba yang ikhlash, semakin lama menunggu maka akan semakin banyak aku menyebut asmaNya yang mulia, juga semakin banyak mengadu padaNya sambil menangis, dan akhirnya terasa semakin dekat denganNya... semakin tidak terasa ujian itu... dan kuberharap akan menemukan sesuatu yang lebih baik untuk diperjuangkan.

Kelihatannya aku sangat cengeng, tidak pernah-pernahnya ku posting rasa hatiku di halaman-halaman blog seperti ini, akhirnya malam ini kutulis juga... tapi tunggu dulu. Inilah yang kufikirkan akhirnya ...

"Satu-satunya jalan adalah kembali pada asholah diriku sebagai hambaNya dan da'iyah agamaNya. Beribadah dan berakhlak sebagaimana Rasulullah mengajarkanku. Allah tidak akan mendzalimi hambaNya, seburuk apa pun hamba itu...."

Senin, 11 April 2011

Sesungguhnya orang-orang mulia yang pernah hadir dalam peradaban dunia selalu bergumul dengan fitnah. Mereka merasai pahit dan sakitnya fitnah itu. Bukan hanya maruah namun badan terpaksa harus terpenjara bahkan kepala pun terpenggal karena fitnah. Namun, sekali lagi... bahwa mereka adalah orang mulia, merekalah para Nabi dan wali-wali Allah...

Bagi yang mempelajari shirah, pasti akan faham bahwa yang dialami istri Rasulullah Muhammad dalam haditsu ifki adalah fitnah, kemudian Allahlah yang menyelesaikannya dengan turunnya ayat. Demikian pula Nabi Yusuf as, ia dituduh berbuat sesuatu pada Zulaikha, padahal Zulaikha lah yang menarik Yusuf as, dibuktikan dengan baju Yusuf as koyak di belakang. Namun, Yusuf terlanjur merasakan dinginnya penjara akibat fitnah tersebut. Sedangkan Nabi Yahya yang disebut-sebut sebagai pencemar nama baik raja Herodus, karena fatwanya melarang pernikahan raja dengan anak saudaranya Herodia. Dari sinilah kita dapat menyadari bahwa siapalah diri kita hingga tidak mau terkena fitnah? Sesungguhnya berbahagialah orang-orang yang difitnah. Bukankah hal itu berarti kita merasakan sebagian adegan hidup para Nabi?

Sejarahnya, seorang pekerja sex tidak akan merasai fitnah karena dirinya adalah fitnah itu sendiri.Namun, noda akan mudah terlihat pada kain yang putih, fitnah pun akan mudah terlihat pada seorang yang bersih.
Bidadari surga juga tidak akan terkena fitnah, namun calon bidadari surga harus melewati fitnah demi fitnah. Indikasinya dapat dilihat ketika kita berbuat kebaikan, maka nantikanlah fitnah yang akan menyertainya. Nabi Yahya as tidak akan dipenggal kalau ia diam, justru manuvernya bekerja untuk membela syariat Allah yang membuat orang-orang ingkar berusaha membungkamnya.

Siapkah kita menghadapi kebencian hati orang-orang yang benci pada ad-diin ini? Sungguh mereka akan menghalalkan apa pun untuk menghentikan kerja-kerja kebaikan.

Senin, 04 April 2011

SETELAH KUAT ITU... ADA KELEMAHAN.



Disaat kuat untuk beberapa saat, melemah setelahnya merupakan hal terburuk yang paling aku takutkan. Ia selalu mengintai dan akhirnya menjatuhkanku. Apakah sebagai alasan untukku bisa bangkit lebih tinggi lagi atau untuk memberi gambaran yang semakin jelas tentang bayang-bayang maksiat kecil yang berubah menjadi sangat mengerikan.

Tanpa sadar, telah jauh hati ini dariNya. Belum lagi orang-orang yang kukenal memiliki azzam yang kuat mulai berjatuhan, entah mereka juga berusaha untuk bangkit lagi atau tidak. Yang jelas wajah mereka terlihat sendu dan malangnya kerap sekali aku bertemu dengan mereka, hingga semakin membuatku bingung. Kebetulankah? atau memang rencana Allah agar ujian ini terasa semakin berat?

karena aku memang pernah mengakui belum ada ujian Allah untukku sebagaimana orang-orang lain merasakan ujian hebat dalam hidup mereka. Kata mereka, hidup dalam keimanan harus penuh ujian. Namun seperti inikah ujian itu?